Nona Novak bergabung dengan staf sekolah asrama internasional untuk mengajarkan kelas ‘makan sadar’. Ia mengajarkan bahwa makan lebih sedikit itu sehat. Para guru lain lambat menyadari apa yang sedang terjadi, dan saat para orang tua yang teralihkan mulai sadar, ‘Klub Zero’ telah menjadi kenyataan. What Still Remains (2018) iLK21Ini juga keren: Nonton The Face Reader […]
Luxury138Luxury138
Cara Menonton Film Di Situs Kami
  • Klik "SKIP TRAILER" untuk melewati trailer.
  • Klik tombol ▶️ pada player untuk memulai film.
  • Gunakan Server 2 atau 3 jika player lambat.
  • Bookmark situs kami agar mudah diakses kembali.

Nonton Club Zero (2023) Sub Indo - iLK21 Ganool

IMDB Rated: 6.0 / 10
Original Title : Club Zero
6.0 677

Nona Novak bergabung dengan staf sekolah asrama internasional untuk mengajarkan kelas ‘makan sadar’. Ia mengajarkan bahwa makan lebih sedikit itu sehat. Para guru lain lambat menyadari apa yang sedang terjadi, dan saat para orang tua yang teralihkan mulai sadar, ‘Klub Zero’ telah menjadi kenyataan.

Ulasan untuk Club Zero (2023)

✍️ Ditulis oleh Sinta Maharani

Ketika sebuah film mampu memancing diskusi panjang jauh setelah layar bioskop gelap, itulah tanda bahwa sang pembuat film telah berhasil mencapai tujuannya. *Club Zero* (2023) karya sutradara Jessica Hausner adalah salah satu film semacam itu; sebuah tontonan yang tidak hanya menantang pandangan kita tentang apa yang "sehat" tetapi juga mengusik pemahaman kita tentang otoritas, kerentanan, dan bahkan absurditas dalam upaya pencarian makna. Film ini membawa kita ke sebuah sekolah asrama elite yang menjadi latar eksperimen sosial yang sangat mengganggu, di mana batasan antara disiplin diri dan fanatisme mulai kabur. Sejak awal, *Club Zero* sudah menawarkan atmosfer visual yang unik dan memikat. Hausner memang dikenal dengan gaya sinematografinya yang sangat terukur, cenderung statis, namun secara efektif membangun ketegangan yang merayap. Setiap adegan terasa seperti lukisan yang komposisinya sengaja diatur sedemikian rupa, menciptakan kesan steril dan terkontrol, yang pada gilirannya menonjolkan keanehan atau ironi dari situasi yang terjadi. Palet warna yang seringkali dingin dan pencahayaan yang terang benderang justru membuat suasana terasa lebih mencekam, seolah-olah semua ini terjadi di bawah mikroskop, tanpa ada ruang untuk emosi yang berlebihan. Ketegangan dalam cerita tidak dibangun melalui adegan-adegan dramatis atau *jump scare*, melainkan dari perlahan-lahannya pergeseran perilaku karakter, dialog-dialog yang ambigu, dan implikasi mengerikan dari sebuah ideologi yang semakin radikal. Penonton diajak untuk merasakan kegelisahan yang sama seperti karakter-karakter di dalamnya, sebuah ketidaknyamanan yang terus tumbuh seiring dengan perkembangan cerita. Penting untuk membahas kualitas akting yang menjadi tulang punggung narasi ini. Jessica Hausner seringkali meminta pemainnya untuk memberikan penampilan yang tidak terlalu emosional, memberikan kesan objektif dan sedikit kaku, yang justru menambah lapisan satir pada film-filmnya. Amir El-Masry berhasil menampilkan seorang karakter yang berfungsi sebagai jembatan antara dunia luar yang "normal" dan kekacauan yang terjadi di dalam. Perannya menuntut ekspresi yang halus namun kuat, menyampaikan kebingungan, kekhawatiran, dan rasa tidak berdaya yang semakin meningkat. Ia berhasil menunjukkan evolusi karakter yang berjuang memahami apa yang sedang terjadi di sekitarnya, dengan caranya yang terkendali, tidak berlebihan, namun tetap memancarkan kehangatan dan kemanusiaan di tengah kedinginan narasi. Ada semacam rasa urgensi yang tersirat dalam sorot matanya, yang membuat penonton turut merasakan kegelisahan yang ia alami. Kemudian ada Mia Wasikowska, yang memerankan sosok sentral dengan karisma misterius dan menenangkan. Aktingnya di sini sangat terkontrol, nyaris tanpa cela, menciptakan karakter yang secara lahiriah tampak tenang dan penuh pengertian, namun di baliknya menyimpan intensitas yang mengganggu. Ia tidak perlu berteriak atau melakukan gerakan dramatis untuk menyampaikan kekuasaan dan pengaruhnya; tatapan matanya, nada suaranya yang lembut tapi tegas, serta gerak tubuhnya yang presisi sudah cukup untuk membuat penonton merasa gelisah. Penampilannya adalah perwujudan sempurna dari manipulasi yang halus, sebuah kekuatan yang membius dan menyesatkan, meninggalkan kesan mendalam akan sosok yang menantang batas-batas moralitas. Terakhir, Sidse Babett Knudsen memberikan penampilan yang nuansa dan sangat berlapis. Karakternya, yang mungkin awalnya tampak sebagai figur otoritas yang suportif, secara bertahap memperlihatkan kerentanan dan kompleksitasnya. Ia berhasil menampilkan perjuangan internal antara menjaga reputasi institusi dan mengidentifikasi bahaya yang kian nyata. Pergeseran ekspresinya, dari keyakinan awal menjadi sedikit keraguan, lalu mungkin penolakan atau bahkan penyesalan yang tertahan, disampaikan dengan sangat halus dan meyakinkan. Aktingnya menunjukkan bagaimana orang-orang yang berkuasa bisa terjebak dalam pusaran ideologi, entah karena kepercayaan, tekanan, atau karena ketidakmampuan untuk melihat gambaran besar. Secara keseluruhan, kualitas akting dari ketiga pemain utama ini, bersama dengan para pemain pendukung lainnya, sangat berkontribusi pada kesuksesan *Club Zero*. Mereka semua berhasil menangkap gaya penceritaan yang unik dari Jessica Hausner—minimalis namun sarat makna. Dengan tidak mengandalkan emosi yang meluap-luap, mereka justru menonjolkan absurditas dan kengerian dari situasi yang digambarkan, membuat penonton berpikir dan merasakan daripada sekadar bereaksi. Kontribusi mereka tidak hanya dalam membangun karakter masing-masing, tetapi juga dalam menciptakan dinamika yang kompleks dan saling mempengaruhi, yang pada akhirnya menjadikan film ini lebih dari sekadar cerita tentang diet ekstrem, melainkan sebuah studi karakter yang mendalam tentang kondisi manusia di bawah tekanan ideologis. Tema besar yang diangkat oleh *Club Zero* sangat relevan dengan zaman kita sekarang. Film ini secara tajam mengkritik obsesi masyarakat modern terhadap gaya hidup sehat yang ekstrem, pencarian makna melalui disiplin diri yang radikal, dan bahaya dari kultus yang tumbuh subur di lingkungan yang rentan. Ia mengeksplorasi bagaimana ide-ide "ideal" bisa dengan mudah disalahgunakan dan dieksploitasi, terutama ketika ditawarkan kepada individu yang sedang mencari jati diri atau validasi. Film ini mempertanyakan batas-batas antara kesehatan dan gangguan makan, antara komunitas dan kultus, serta antara kebebasan memilih dan manipulasi. *Club Zero* juga menyoroti kerentanan anak muda dan bagaimana mereka bisa dengan mudah terpengaruh oleh figur otoritas karismatik yang menjanjikan sebuah "pencerahan" atau solusi sempurna, terlepas dari seberapa tidak konvensional atau berbahayanya ide-ide tersebut. *Club Zero* bukanlah film yang mudah dicerna atau menyenangkan untuk ditonton bagi semua orang. Gaya penyutradaraan Jessica Hausner yang khas mungkin terasa lambat bagi sebagian penonton, dan tema-temanya yang provokatif bisa jadi membuat sebagian merasa tidak nyaman. Namun, bagi mereka yang terbuka terhadap refleksi kritis dan berani menantang diri, film ini menawarkan sebuah pengalaman sinematik yang kuat dan provokatif. Ia berhasil membangun sebuah narasi yang tak hanya satir tetapi juga meresahkan, membuat kita berpikir ulang tentang definisi 'kesehatan', 'kebebasan', dan 'kekuasaan' dalam masyarakat modern. Sebuah film yang akan terus membayangi pikiran Anda lama setelah Anda meninggalkannya. Skor akhir: 7.2/10
Sumber film: Club Zero (2023)

Duration: 110 min Min

TMDB Rated: 6.0 / 677

Release Date: 2023-09-27

Countries:, , , , ,

iLK21