![]() | ![]() |
Cara Menonton Film Di Situs Kami
- Klik "SKIP TRAILER" untuk melewati trailer.
- Klik tombol ▶️ pada player untuk memulai film.
- Gunakan Server 2 atau 3 jika player lambat.
- Bookmark situs kami agar mudah diakses kembali.
Nonton Rimini (2022) Sub Indo - iLK21 Ganool

Richie Bravo, suatu ketika seorang bintang pop yang sukses, mengejar kembali ketenarannya yang memudar di Rimini yang dingin. Terjebak di antara kecanduan yang permanen dan konser untuk bus-bus wisatawan, dunianya mulai runtuh ketika putri dewasanya muncul dalam hidupnya.
Tonton juga film: Infernal Affairs (2002) iLK21
Ini juga keren: Nonton Exposed 2016 - Nonton Silab 2021 - Nonton The Kids From 62 F 2016 - Nonton Dear Elza 2017 - Nonton Death After Dusk 2024
Ulasan untuk Rimini (2022)
Sebuah potret melankolis tentang kejayaan yang memudar dan nostalgia yang mencekam, "Rimini (2022)" karya Ulrich Seidl membawa kita ke sisi lain Riviera Italia—bukan musim panas yang cerah dan ramai, melainkan musim dingin yang sunyi dan suram. Film ini adalah perjalanan observasional yang mendalam ke dalam kehidupan seorang bintang pop yang terlupakan, berusaha keras mempertahankan sisa-sisa kemegahan masa lalunya di tengah kenyataan pahit yang terus menggerogoti. Seidl, yang dikenal dengan gaya penceritaan yang tanpa kompromi dan visual yang terkadang menusuk, sekali lagi menghadirkan sebuah karya yang menantang dan introspektif. Kita diperkenalkan dengan sosok pria paruh baya yang masih hidup dalam bayang-bayang kejayaan masa lalunya, mencari nafkah dengan menyanyikan lagu-lagu hits lama untuk para turis lansia Jerman yang datang ke Rimini. Di balik sorot lampu panggung kecilnya, terhampar kehidupan yang rumit: hubungan yang terasing dengan putrinya, dan seorang ayah yang perlahan kehilangan ingatannya di rumah jompo. Film ini bukan hanya tentang satu individu, melainkan tentang jejak waktu yang tak terhindarkan, tentang keluarga, penyesalan, dan pencarian makna di sisa-sisa hidup yang terasa hampa. Suasana Visual dan Tensi Cerita Dari awal hingga akhir, "Rimini" memancarkan estetika visual yang sangat khas Seidl. Gambar-gambar statis yang panjang, seringkali menampilkan komposisi yang hampir seperti lukisan, menangkap detail-detail kecil yang menceritakan banyak hal tanpa perlu dialog. Musim dingin di Rimini bukan sekadar latar, melainkan karakter itu sendiri—dingin, kosong, dan dipenuhi gema masa lalu. Pantai-pantai yang sepi, hotel-hotel tua yang kosong, dan ruang-ruang hiburan yang usang menciptakan suasana melankolis yang mendalam. Seidl dengan berani membiarkan adegan-adegan berjalan lambat, memungkinkan penonton untuk meresapi setiap momen, setiap ekspresi, dan setiap keheningan. Tensi cerita dalam "Rimini" bukanlah jenis yang meledak-ledak. Sebaliknya, ia dibangun secara perlahan, melalui interaksi yang canggung, tatapan mata yang penuh makna, dan kepedihan yang tersembunyi. Ketegangan muncul dari konflik internal karakter dan realitas eksternal yang brutal. Pertemuan kembali dengan putri yang telah lama terasingkan, misalnya, bukanlah adegan drama yang konvensional, melainkan serangkaian percakapan yang sulit, penuh tuduhan, dan harapan yang tipis. Seidl membiarkan kita menyaksikan kehidupan Richie Bravo dengan segala kekurangannya, termasuk momen-momen intim yang mungkin terasa tidak nyaman, namun justru itulah yang membuat film ini terasa begitu jujur dan manusiawi. Pacing yang lambat mungkin tidak cocok untuk semua orang, namun bagi mereka yang bersedia menyerah pada ritmenya, film ini menawarkan pengalaman yang sangat kaya secara emosional. Kualitas Akting Salah satu kekuatan terbesar "Rimini" terletak pada penampilan para aktornya, yang berhasil membawa karakter-karakter mereka ke dimensi yang sangat nyata dan multidimensional. Pertama, Michael Thomas sebagai pemeran utama adalah tulang punggung film ini. Ia menghidupkan karakter seorang bintang pop yang termakan usia dengan sangat meyakinkan. Di satu sisi, ia memancarkan karisma panggung yang kian pudar, dengan suara bariton yang masih memikat dan gerakan tubuh yang terlatih namun kini sedikit kaku. Di sisi lain, ia juga berhasil menampilkan sisi rapuh, kesepian, dan keputusasaan karakter tersebut ketika berada di luar sorot lampu. Thomas dengan cermat menavigasi kompleksitas perannya, menunjukkan bagaimana masa lalu terus menghantuinya, bagaimana ia berjuang untuk relevansi dan kasih sayang, serta bagaimana ia menghadapi beban tanggung jawab dan penyesalan. Performanya terasa sangat otentik, tidak pernah berlebihan, dan selalu menyiratkan lebih banyak emosi daripada yang diucapkan. Selanjutnya, ada penampilan yang mengharukan dari Hans-Michael Rehberg. Perannya sebagai seorang lansia yang menderita demensia sangatlah luar biasa. Tanpa perlu banyak dialog, ia menyampaikan kedalaman rasa sakit, kebingungan, dan momen-momen singkat kejernihan yang menyayat hati. Ekspresi wajahnya, tatapan matanya yang kadang kosong namun kadang pula penuh ingatan, secara efektif menggambarkan kondisi karakternya. Kehadirannya, meskipun seringkali pasif, memberikan bobot emosional yang signifikan pada cerita, terutama dalam interaksinya dengan putranya. Ini adalah penampilan yang kuat, yang menunjukkan kekuatan akting yang mampu menyampaikan kerentanan manusia yang paling mendasar. Terakhir, Tessa Göttlicher memberikan penampilan yang mengesankan sebagai putri yang terluka. Karakternya adalah representasi dari penyesalan masa lalu dan konsekuensi dari pilihan-pilihan yang dibuat. Göttlicher berhasil menampilkan campuran antara kemarahan, frustrasi, dan kerinduan yang tersembunyi akan koneksi dengan ayahnya. Ia tidak hanya menjadi pihak yang menuntut, tetapi juga seseorang yang mencari pemahaman dan penyelesaian. Interaksinya dengan Michael Thomas sangat tegang namun juga penuh nuansa, menunjukkan dinamika hubungan ayah-anak yang rusak namun masih menyisakan sedikit harapan. Ia berhasil mempertahankan integritas karakternya tanpa jatuh ke dalam klise. Secara keseluruhan, kontribusi akting dari ketiga pemeran utama ini sangat penting bagi keberhasilan "Rimini". Mereka tidak hanya memerankan karakter, tetapi benar-benar menghidupkannya, membuat kita peduli dengan nasib mereka, meskipun kadang terasa tidak nyaman. Keotentikan dan kedalaman emosional yang mereka berikan menciptakan sebuah simfoni penderitaan dan harapan yang menjadi inti dari film ini. Setiap aktor melengkapi satu sama lain, membentuk sebuah ensemble yang kuat dan memberikan pondasi emosional yang kokoh untuk visi Seidl. Tema-tema Besar "Rimini" adalah eksplorasi mendalam tentang beberapa tema universal. Tema utama tentu saja adalah kejayaan yang memudar dan nostalgia. Richie Bravo hidup dalam kapsul waktu, menolak untuk mengakui bahwa hari-hari terbaiknya telah berlalu. Ia terus menampilkan persona panggungnya, namun ada kepedihan yang jelas dalam setiap nada dan lirik. Film ini juga membahas disfungsi keluarga dan pencarian rekonsiliasi. Hubungan Richie dengan ayahnya, yang kini tak berdaya, dan putrinya yang menyimpan luka mendalam, membentuk inti emosional cerita. Ini adalah studi tentang bagaimana masa lalu keluarga membentuk masa kini dan betapa sulitnya untuk melepaskan diri dari beban tersebut. Selain itu, film ini menyentuh kesepian dan kondisi manusia. Di balik gemerlap panggung dan tepuk tangan, Richie adalah sosok yang sangat kesepian, mencari kehangatan dalam hubungan yang seringkali transaksional. Ada pula tema tentang penuaan dan penurunan. Kita melihat Richie dan ayahnya sama-sama bergulat dengan usia, namun dengan cara yang berbeda—satu dengan kehilangan identitas fisik dan mental, yang lain dengan kehilangan identitas profesional dan emosional. Ini adalah kisah tentang bagaimana manusia menghadapi kenyataan bahwa waktu tidak bisa dihentikan. Kesimpulan "Rimini" mungkin bukan film yang mudah ditonton. Pacingnya yang lambat, temanya yang berat, dan gaya visualnya yang gamblang bisa jadi tantangan. Namun, bagi penonton yang sabar dan bersedia untuk menyelam ke dalam kedalaman emosional yang ditawarkan, film ini adalah sebuah pengalaman yang kaya dan menghantui. Ini adalah film yang tetap tinggal dalam pikiran lama setelah kredit bergulir, berkat performa akting yang luar biasa dan visi penyutradaraan yang tak kenal kompromi. Seidl sekali lagi membuktikan kemampuannya untuk menangkap esensi kondisi manusia, dengan segala keindahan dan kekurangannya. Skor akhir: 6.8/10
Sumber film: Rimini (2022)