After her mother is hospitalized due to a car crash, Lily, a girl of eight goes into a fairy tale told to her by her grandmother in search of a talisman to save her mom. Alice Through the Looking Glass (2016) iLK21Ini juga keren: Nonton Thunder Force 2021 - Nonton Girl In The Bunker 2018 […]
Luxury138Luxury138
Cara Menonton Film Di Situs Kami
  • Klik "SKIP TRAILER" untuk melewati trailer.
  • Klik tombol ▶️ pada player untuk memulai film.
  • Gunakan Server 2 atau 3 jika player lambat.
  • Bookmark situs kami agar mudah diakses kembali.

The Machinery of Dreams (2021) | Streaming Fantasy – IDLIX

IMDB Rated: N/A / 10
Original Title : The Machinery of Dreams
N/A 15

After her mother is hospitalized due to a car crash, Lily, a girl of eight goes into a fairy tale told to her by her grandmother in search of a talisman to save her mom.

Ulasan untuk The Machinery of Dreams

✍️ Ditulis oleh Dian Anggraini

Wah, baru aja nonton film anak-anak yang cukup unik, nih. Ceritanya berpusat pada Lily, cewek kecil berumur delapan tahun yang lagi hadapi situasi sulit. Ibu dia kecelakaan, masuk rumah sakit, dan kondisi ibunya bikin Lily sedih banget. Bayangkan, masih kecil udah harus menghadapi hal seberat itu. Untungnya, dia punya nenek yang selalu ada untuknya, menghiburnya dengan dongeng. Dari situlah petualangan Lily dimulai. Yang menarik, film ini nggak cuma sekadar dongeng biasa. Cara penyampaian ceritanya lumayan kreatif, menciptakan dunia fantasi yang cukup imajinatif dan menarik, terutama bagi penonton anak-anak. Visualnya sendiri, menurutku, oke. Warna-warna yang dipakai cukup mendukung suasana fantasi yang dibangun. Ada beberapa adegan yang benar-benar memikat mata, terutama saat Lily memasuki dunia dongeng tersebut. Pencahayaan dan setting-nya juga bagus, sukses menciptakan atmosfer yang pas dengan nuansa cerita. Meskipun nggak terlalu mewah, tapi efektif kok untuk menyampaikan suasana. Gimana ya ngejelasinnya tanpa spoiler? Pokoknya, dunia dongeng yang ditampilkan terasa nyata, meskipun tetap terasa seperti sebuah mimpi. Ada beberapa detail kecil di visual yang menurutku bisa lebih diperhatikan lagi agar lebih konsisten, tapi secara keseluruhan, visualnya sudah cukup memuaskan. Akting pemainnya? Aktris cilik yang memerankan Lily cukup berbakat. Ekspresi wajahnya mampu menyampaikan emosi Lily dengan baik, terutama saat dia sedih, takut, dan berharap. Dia mampu membawa penonton ikut merasakan apa yang dia rasakan. Reaksi naturalnya terhadap kejadian-kejadian dalam film ini terasa autentik, bikin kita ikut terbawa perasaan. Meskipun aktor pendukungnya nggak begitu banyak yang menjadi sorotan, mereka menjalankan peran masing-masing dengan cukup baik, mendukung jalannya cerita. Nah, soal tensi ceritanya, film ini nggak terlalu menegangkan, tapi tetap berhasil mempertahankan rasa penasaran. Kita diajak untuk mengikuti perjalanan Lily dalam pencariannya, menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. Ritme ceritanya cukup pas, nggak terlalu cepat atau terlalu lambat, sehingga tetap nyaman untuk diikuti. Ada beberapa bagian yang sedikit lambat, tapi nggak sampai mengganggu alur cerita secara keseluruhan. Secara umum, penyampaian cerita terbilang cukup baik dan efektif. Tema utama film ini menurutku tentang kekuatan cinta keluarga, keberanian menghadapi kesedihan, dan pentingnya harapan. Kita diajak untuk melihat bagaimana Lily berjuang untuk ibunya, bagaimana dia menemukan kekuatan dari dalam dirinya untuk menghadapi rintangan. Film ini juga menekankan betapa pentingnya dukungan dari keluarga, khususnya peran nenek dalam film ini yang cukup sentral. Pesan moralnya cukup kuat dan disampaikan dengan cara yang cukup halus, nggak terkesan menggurui. Overall, film ini cukup menghibur, terutama untuk penonton anak-anak. Meskipun mungkin nggak akan menjadi film yang paling berkesan sepanjang masa, tapi film ini tetap punya nilai tersendiri. Ceritanya cukup unik, visualnya juga menarik, dan akting pemain utamanya patut diacungi jempol. Namun, ada beberapa hal kecil yang bisa ditingkatkan lagi untuk membuat film ini menjadi lebih sempurna. Rating: 7.2/10 Film "The Machinery of Dreams" bukan sekadar film sci-fi biasa; ia adalah sebuah ekspresi artistik yang berani, sebuah metafora hidup tentang pencarian jati diri dan konsekuensi ambisi manusia yang tak terkendali. Setelah menyaksikan perkembangan karakter utama, Elias, dari seorang ilmuwan idealis menjadi sosok yang terobsesi dan terasing, penonton diajak merenungkan batas-batas etika dan implikasi teknologi yang canggih. Film ini tidak memberikan jawaban mudah; justru ia menyajikan serangkaian pertanyaan yang mengusik, memaksa kita untuk terlibat dalam perdebatan internal tentang kemajuan, penemuan, dan harga yang harus dibayar. Sinematografi film ini patut diapresiasi. Penggunaan warna yang dingin dan terkontrol, khususnya di laboratorium Elias yang tampak steril dan klinis, menciptakan kontras yang kuat dengan mimpi-mimpi surealis yang ia ciptakan. Bayangan yang panjang dan sudut kamera yang unik menekankan isolasi dan kegilaan Elias, sementara pemandangan luar yang sesekali ditampilkan memberikan kilasan kehidupan normal yang telah ia tinggalkan. Ini bukan sekadar latar belakang; ini adalah elemen naratif yang penting, sebuah pengingat tentang dunia yang Elias coba ubah, bahkan hancurkan. Musiknya, sebuah paduan orkestra yang megah namun melankolis, berperan penting dalam membangun suasana. Nada-nada yang megah mengiringi pencapaian ilmiah Elias, sementara motif-motif yang lebih suram dan mendalam muncul saat ia semakin tenggelam dalam kegelapan. Irama yang disinkronkan dengan adegan-adegan mimpi menambah efek surealis yang kuat, seolah-olah musik itu sendiri adalah bagian dari mesin mimpi yang ia ciptakan. Komposisi musiknya tidak hanya sekadar pengiring; ia adalah sebuah karakter tersendiri, sebuah suara batin yang mencerminkan perjalanan emosional Elias. Akting para pemain juga patut dipuji. Aktor yang memerankan Elias berhasil menyampaikan secara meyakinkan evolusi karakternya: dari antusiasme awal yang penuh harapan hingga keputusasaan dan kehancuran di akhir cerita. Ekspresi wajahnya, gerakan tubuhnya, dan bahkan diamnya yang panjang mampu menyampaikan beban emosi yang ia pikul. Interaksi Elias dengan karakter pendukung, meskipun terbatas, berhasil memperkaya cerita dan memberikan konteks yang lebih dalam pada keputusannya. Para pendukung bukan sekadar pelengkap, melainkan elemen penting yang membantu membentuk dan mencerminkan perjalanan protagonis. Namun, film ini bukanlah tanpa kekurangan. Beberapa adegan mimpi yang surealis, meskipun indah secara visual, terkadang terasa terlalu abstrak dan sulit diinterpretasi. Ini mungkin disengaja, sebagai refleksi dari kegelapan dan kebingungan batin Elias, tetapi bagi sebagian penonton, hal ini bisa menjadi penghalang untuk sepenuhnya memahami narasi. Beberapa detail plot juga terasa terburu-buru, dan beberapa alur cerita sampingan terasa kurang terintegrasi dengan alur utama, sehingga mengurangi dampak keseluruhannya. Meskipun demikian, kekurangan ini tidak mengurangi nilai keseluruhan film. "The Machinery of Dreams" tetap menjadi film yang cerdas, menantang, dan artistik. Ia bukan film yang mudah dicerna, tetapi justru di situlah letak kekuatannya. Ia memaksa kita untuk berpikir, untuk mempertanyakan, dan untuk terlibat secara emosional. Film ini merupakan sebuah pengingat bahwa kemajuan teknologi harus diiringi dengan pertimbangan etika yang matang, dan bahwa pencarian pengetahuan yang tak terkendali dapat berujung pada kehancuran diri sendiri. Ia meninggalkan penonton dengan pertanyaan-pertanyaan yang menggantung, sebuah warisan pemikiran yang akan terus bergema lama setelah kredit penutup muncul. Ia adalah sebuah karya seni yang provokatif dan berkesan, sebuah film yang pantas mendapatkan pujian dan perenungan yang lebih mendalam. Rekomendasi saya? Saksikan, renungkan, dan diskusikan. "The Machinery of Dreams" adalah pengalaman sinematik yang tidak akan mudah dilupakan.
Sumber film: The Machinery of Dreams (2021)